Tiga Sesar Mengintai di Bawah Parigi, BPBD Bangun Kesadaran Gempa Lewat Diskusi Publik Teluk Tomini

Fayruz
Foto : EquatorNews

PARIGI, EQUATORNEWS —
Bumi Parigi Moutong menyimpan rahasia di bawah permukaannya. Tiga sesar aktif yang setiap saat bisa mengguncang tanpa peringatan. Ancaman itu menjadi alasan kuat bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Parigi Moutong untuk menggelar diskusi publik bertajuk “Mengenali Sejarah dan Potensi Ancaman Sesar Lokal di Teluk Tomini”, Selasa (21/10), di Café WaffelBox, Parigi.

Acara ini diinisiasi langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Parigi Moutong, Rivai ST, M.Si, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman terhadap potensi gempa bumi dan langkah mitigasi dini.

“Tujuan utama kegiatan ini adalah penyebarluasan informasi kebencanaan, terutama tentang gempa bumi. Ini bagian dari tugas kami untuk memastikan masyarakat paham risiko dan tahu bagaimana bersikap saat bencana terjadi,” ujar Rivai saat ditemui EquatorNews usai kegiatan.

Diskusi yang berlangsung hangat ini menghadirkan tiga narasumber ahli dari lintas disiplin ilmu. Kepala Stasiun Geofisika Palu memaparkan kondisi kegempaan dan karakteristik tanah di sekitar Teluk Tomini. Sejarawan Abdullah mengulas jejak sejarah gempa di Sulawesi Tengah, sementara arsitek Rifai Mardin membagikan pengalaman studi di Jepang tentang rancangan bangunan tahan gempa.

“Mereka memang kompeten di bidangnya masing-masing. Kita ingin masyarakat mendapatkan pemahaman dari sumber yang kredibel,” jelas Rivai.

Tiga Sesar Aktif yang Mengintai Parigi Moutong

Dalam paparannya, Rivai menyebut terdapat tiga sesar aktif utama di wilayah Parigi Moutong, yakni Sesar Pekakaro, Sesar Sausu, dan Sesar Tomini, yang menjadi fokus perhatian BPBD. Aktivitas ketiganya berpotensi menimbulkan gempa signifikan di wilayah pesisir maupun daratan.

“Edukasi seperti ini sangat penting. Apalagi bulan lalu sempat terjadi gempa berkekuatan magnitudo 5 yang membuat warga panik. Jadi masyarakat harus tahu, tidak semua gempa berpotensi tsunami, dan yang terpenting jangan panik,” ujarnya menegaskan.

Kegiatan ini diikuti tokoh masyarakat, perwakilan kecamatan, pemuda, serta organisasi masyarakat. Rivai berharap, para peserta yang hadir menjadi agen informasi di lingkungan masing-masing.

“Setelah kegiatan ini, kami harapkan peserta bisa menyebarkan pemahaman yang benar soal kebencanaan ke masyarakatnya. Jangan menebar ketakutan, tapi bangun kesiapsiagaan,” kata Rivai.

Langkah Mitigasi dan Rencana Peringatan Dini

Selain membahas sesar aktif, diskusi juga menyinggung langkah mitigasi dan sistem peringatan dini. Rivai mengungkapkan bahwa BPBD Parigi Moutong telah merencanakan pemasangan dua menara sirene tsunami di wilayah Bantaya dan Maesa, yang sempat dirancang menggunakan dana bantuan Bank Dunia melalui koordinasi BNPB.

Namun, proyek tersebut urung direalisasikan karena keterbatasan waktu dari pihak pemberi dana.
“Karena waktu dari Bank Dunia tidak cukup, beberapa daerah termasuk Parigi Moutong tidak sempat terealisasi,” jelasnya.

Meski demikian, Rivai menegaskan bahwa pihaknya akan kembali mengajukan proposal pembangunan menara sirene menggunakan sumber pendanaan lain. Ia menekankan bahwa alat itu bukan detektor gempa, melainkan sirene peringatan dini setelah gempa berpotensi tsunami terjadi.

Selain itu, BPBD telah memiliki peta rawan bencana yang mengidentifikasi sembilan potensi ancaman di wilayah Parigi Moutong, dengan kawasan pesisir masuk dalam zona berisiko tinggi. Data tersebut telah diadaptasi dari lembaga nasional seperti BMKG dan BNPB, dan terus diperbarui secara berkala.

“Peta rawan ini sudah disosialisasikan ke masyarakat. Kami ingin semua pihak tahu apa saja potensi ancaman di wilayahnya, supaya mereka bisa bertindak cepat dan tepat,” tutur Rivai.

Membangun Budaya Sadar Bencana

Rivai menegaskan, kesiapsiagaan bencana harus menjadi budaya yang tumbuh dari kesadaran kolektif. Pemerintah, akademisi, media, dan masyarakat harus bersatu dalam membangun sistem mitigasi yang tangguh dan berbasis data ilmiah.

“Penanggulangan bencana tidak bisa hanya dilakukan pemerintah. Ini tanggung jawab kita semua. Kesiapsiagaan harus dimulai dari rumah, dari sekolah, dari lingkungan terkecil,” ujarnya penuh semangat.

Menutup wawancara, Rivai mengajak masyarakat Parigi Moutong untuk selalu waspada tanpa rasa takut berlebihan.
“Bencana memang tidak bisa dihindari, tapi dampaknya bisa kita kurangi dengan pengetahuan, kesiapsiagaan, dan kebersamaan,” tutupnya.

FAYRUZ

Bagika Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *