PALU, EQUATORNEWS – Di bawah langit Pogombo yang teduh, Sabtu (5/7) pagi itu terasa berbeda. Ada semangat yang tumbuh, seperti benih yang mulai berkecambah. Di antara deretan kursi dan wajah-wajah yang percaya, sebuah momen penting terjadi: Pelantikan Pengurus DPW Merdeka Tani Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah masa bakti 2025–2030.
Namun ini bukan sekadar pelantikan. Ia adalah lembar baru. Sebuah gerakan. Sebuah ikrar tak bersuara bahwa Sulawesi Tengah akan menapaki jalannya sendiri—dengan tangan petani, dengan cangkul dan harapan, dengan keringat dan tanah yang setia memberi.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setprov Sulteng, Dr Rudi Dewanto SE MM, yang menyampaikan amanat Gubernur, menegaskan bahwa pertanian bukan sekadar profesi—ia adalah identitas. Sulawesi Tengah, katanya, telah mengukir dirinya sebagai daerah agraris, dan lambang padi dalam logo provinsi bukan sekadar simbol, melainkan janji sejarah.
“Mari sama-sama membangun kolaborasi yang kuat untuk kemajuan pertanian Sulawesi Tengah yang berkelanjutan,” serunya, seperti seorang dirigen yang memulai simfoni hijau dari tanah-tanah yang pernah terabaikan.
Visi pembangunan provinsi 2025–2029 kini terang: “BERANI mewujudkan Sulteng sebagai wilayah pertanian dan industri yang maju dan berkelanjutan”. Dua program utama disorot: BERANI Panen Raya dan BERANI Lancar—upaya strategis untuk memacu produktivitas pertanian lewat pemanfaatan teknologi, pembangunan infrastruktur pertanian, dan keberpihakan nyata pada petani kecil.
Gubernur, kata Rudi, tak berdiri dari jauh. Ia turun ke sawah lewat kebijakan. Ia menyapa petani lewat program.
Tani Merdeka dan Kemandirian Pangan: Dari Mimpi ke Gerakan
Sekretaris Jenderal Tani Merdeka Indonesia, Nandang Sudrajat, memberikan napas nasional pada forum itu. Ia mengingatkan bahwa organisasi tani tak boleh jadi beban, melainkan harus menjadi mitra strategis pemerintah.
“Kehadiran Tani Merdeka harus memberi solusi, bukan sekadar simbol,” ujarnya lantang.
Ia menyebut program nyata seperti penetapan harga beli gabah oleh Bulog sebesar Rp 6.500/kg, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang melibatkan petani lokal sebagai penyedia bahan baku. Ini bukan sekadar program sosial, melainkan strategi ekonomi—jalan kedaulatan pangan yang tidak asing dalam literatur pemikiran Bung Karno dan tokoh-tokoh agraria dunia.
Momen ini juga menandai resmi dilantiknya Asriadi Hatta sebagai Ketua DPW Merdeka Tani Indonesia Sulawesi Tengah. Harapan tertambat di pundaknya, bersama jajaran pengurus yang siap menjadi garda terdepan pangan dan benteng kemandirian desa.
Sulteng Bertaruh pada Dirinya Sendiri
Sejarah mengajarkan kita: bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memberi makan rakyatnya sendiri. Sulawesi Tengah sedang menuju ke arah itu. Perlahan, tapi pasti. Dengan kolaborasi, dengan keberanian, dan dengan pertanian sebagai poros peradaban barunya.
Di tanah ini, harapan disemai. Di tangan petani, masa depan digenggam. Jika program-program itu tumbuh subur seperti janji-janji padi di ladang, maka tak lama lagi, Sulteng tak hanya dikenal karena kekayaan alamnya—tapi karena keberaniannya bertaruh pada tanahnya sendiri.
Sebab tanah tak pernah ingkar, hanya manusia yang kadang lupa caranya bersyukur.
FAYRUZ / BIRO ADPIM SETDAPROV