PARIGI, EQUATORNEWS — Di tengah sunyi pagi Desa Sipayo, Kecamatan Sidoan, terdengar raungan mesin escavator yang lebih nyaring daripada suara burung-burung yang terusir dari sarangnya. Hari Minggu (3 Agustus 2025) bukan hari libur bagi para pemburu emas ilegal, karena tambang tanpa izin di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) itu justru makin menggila.
Tak tanggung-tanggung, menurut laporan dari sumber anonim, lima unit alat berat sedang mengobrak-abrik perut bumi Sipayo. Mereka bekerja tak kenal henti, mencongkel tanah dan menumpahkan kerakusan di atas kehijauan yang seharusnya dijaga.
Ironisnya, ini bukan cerita baru. Bulan lalu, petugas Gakkum Kehutanan sempat menggelar operasi dan menyita satu unit escavator dari lokasi yang sama. Tapi tampaknya, efek jera kini hanya mitos. Setelah satu disita, lima kembali datang—seolah tambang ilegal ini lebih percaya pada hukum balas dendam daripada hukum negara.
“Pernah disita, tapi malah tambah banyak. Sepertinya pelaku PETI ini punya semboyan: kalau bisa lima, kenapa cuma satu?” ujar warga yang enggan disebutkan namanya, dengan nada getir.
Kawasan HPT yang seharusnya menjadi penyangga ekologi, kini berubah menjadi lahan eksploitasi. Tidak ada plang larangan, hanya suara mesin dan tawa tipis penuh kemenangan dari balik tenda biru para “juragan emas”.
Sementara itu, di tingkat nasional, tambang emas ilegal tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menyedot kekayaan negara secara brutal. Berdasarkan data berbagai lembaga, kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia ditaksir mencapai Rp38 triliun per tahun—angka yang cukup untuk membangun ribuan sekolah atau memperluas jaringan listrik ke pelosok negeri.
Namun sayang, di Sipayo, yang mengalir bukan listrik atau harapan, melainkan air sungai keruh bercampur lumpur dan merkuri.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah terkait aktivitas tambang ilegal yang semakin brutal ini. Apakah akan ada operasi susulan, atau biarkan saja emas mengalir, hutan ambruk, dan hukum tenggelam bersama lumpur?
Sipayo menangis, bumi menganga, tapi para pelaku PETI masih menari.
FAYRUZ