Sepiring Gizi yang Tersisih, SMA Negeri 1 Parigi Tolak Makanan MBG karena Telat 10 Menit

Fayruz
MBG yang Ditolak oleh SMA Negeri 2 Parigi. (Foto : Konteks Sulawesi)

PARIGI, EQUATORNEWS —
Sepiring nasi bergizi urung sampai ke tangan para pelajar. Hanya karena jarum jam bergeser sepuluh menit, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dirancang untuk menyehatkan anak didik kembali menyisakan kisah getir di Kabupaten Parigi Moutong.

Insiden itu terjadi di SMA Negeri 1 Parigi, Jumat (24/10/2025), ketika pihak sekolah menolak pendistribusian makanan dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Unit Ungu, Kelurahan Bantaya. Alasan penolakan: keterlambatan sepuluh menit dari waktu yang telah ditentukan.

Hartati Ishak, pengelola dapur MBG Unit Ungu, menyayangkan keputusan pihak sekolah. Ia menilai, langkah tersebut mengabaikan hak siswa penerima manfaat program pemerintah itu.

“Makanan itu hak anak-anak. Kami hanya terlambat sepuluh menit, tapi ditolak. Padahal semua sudah kami siapkan sesuai standar,” ujar Hartati kepada EquatorNews, Jumat siang.

Hartati menjelaskan, jadwal pengantaran mestinya berlangsung setiap Jumat pukul 11.00 WITA. Namun, tim dapur telah berangkat lebih awal dan tiba sekitar 10.50 WITA. Ia mengaku terkejut karena pihak sekolah disebut menerima instruksi agar makanan yang datang lewat 10.00 WITA tidak diterima.

“Kesepakatan awal sampai jam sebelas. Tapi tiba-tiba berubah tanpa pemberitahuan. Akibatnya, siswa yang seharusnya makan bergizi justru tidak kebagian,” katanya.

Hartati menambahkan, dapur yang ia kelola melayani ribuan siswa setiap hari di sejumlah sekolah. Demi menjaga mutu, proses memasak dimulai sejak pagi dan mengikuti standar gizi serta kebersihan yang ditetapkan pemerintah.

“Kami bekerja sesuai SOP. Yang menyedihkan, anak-anak sampai mengejar mobil pengantar ke dapur karena lapar. Ada puluhan yang akhirnya datang sendiri ke dapur kami untuk makan,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Parigi, Drs. Ardin M.Pd, mengaku tidak mengetahui langsung kejadian tersebut karena saat itu sedang berada di masjid. Ia menyebut, kebijakan mempercepat waktu distribusi dilakukan karena jadwal belajar hari Jumat lebih singkat.

“Kalau Jumat, anak-anak cepat pulang. Karena itu kami minta pengantaran dipercepat. Biasanya jam 10.45 mereka sudah keluar sekolah,” jelas Ardin.

Ia menambahkan, komunikasi antara pihak sekolah dan pengelola dapur perlu diperbaiki agar kesalahpahaman serupa tidak terulang. Menurutnya, penolakan di lapangan bukan dilakukan oleh guru, melainkan oleh petugas keamanan sekolah.

“Yang menolak itu satpam, bukan guru. Saya sengaja tidak libatkan guru agar kegiatan belajar tidak terganggu,” ujarnya.

Meski begitu, Ardin mengakui bahwa semestinya makanan tetap diterima jika masih ada siswa di sekolah. Ia juga membenarkan ada satu kelas yang akhirnya makan langsung di dapur MBG setelah insiden tersebut.

“Kalau memang masih ada murid, mestinya diterima. Karena tujuan program ini mulia — menyehatkan anak didik kita,” pungkasnya.

FAYRUZ

Bagika Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *