Ragam  

Suara yang Dihalang Cahaya yang Tak Padam, AJI Palu Kutuk Pengusiran Wartawan di Rapat PETI Parigi Moutong

Fayruz
Logo AJI Palu. Foto : Ist

PARIGI, EQUATORNEWS , 20 Oktober 2025 —
Kebebasan pers kembali diuji di bumi Parigi Moutong. Sejumlah jurnalis dari berbagai media lokal dikabarkan diusir saat hendak meliput rapat resmi Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong yang membahas aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Senin (20/10/2025).

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mengecam keras insiden tersebut dan menilai tindakan itu sebagai bentuk nyata pembatasan kerja jurnalistik serta pelanggaran terhadap kemerdekaan pers sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut laporan AJI Palu, insiden bermula ketika lima wartawan — Galfin (theopini.id), Abdul Humul Faiz (Tribun Palu), Bambang Istanto (Bawa Info), Eli Leu (Zenta Inovasi), dan Akbar Lehamila (Seruan Rakyat) — memasuki ruang rapat Bupati sekitar pukul 10.45 WITA. Rapat yang dihadiri Ketua DPRD Parigi Moutong, Kapolres Parigi Moutong, dan sejumlah pengurus koperasi pertambangan rakyat itu dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Parigi Moutong, H. Abdul Sahid.

Namun belum sempat proses liputan dimulai, Wakil Bupati dikabarkan memberi instruksi kepada Kasubag Protokoler, Dedi Arman Saleh, agar wartawan tidak berada di dalam ruangan. Kepala Dinas Kominfo Parigi Moutong, Enang Pandake, kemudian menghampiri para jurnalis dan menyampaikan bahwa rapat digelar tertutup, sembari mengangkat kedua tangannya seolah meminta wartawan keluar.

“Tindakan ini mencerminkan ketertutupan pemerintah terhadap isu publik yang semestinya diketahui masyarakat,” tegas Ketua AJI Palu, Agung Sumadjaya, dalam siaran pers resminya.

AJI Palu menilai, rapat yang membahas aktivitas tambang ilegal bukanlah urusan internal semata, melainkan persoalan publik yang menyangkut keselamatan lingkungan, tata kelola sumber daya alam, serta akuntabilitas pejabat publik. Oleh karena itu, menutup akses jurnalis dianggap tidak memiliki dasar rasional dan justru mencederai prinsip keterbukaan.

Dalam pernyataan sikapnya, AJI Palu menegaskan lima poin penting:

  1. Mengutuk keras tindakan pengusiran jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.
  2. Mendesak Wakil Bupati Parigi Moutong, H. Abdul Sahid, untuk memberikan klarifikasi dan permintaan maaf terbuka.
  3. Meminta Kapolres Parigi Moutong menjamin kebebasan pers agar kejadian serupa tidak terulang.
  4. Menegaskan hak jurnalis untuk mendapatkan akses informasi publik dalam setiap rapat resmi pemerintah.
  5. Mengecam segala bentuk intimidasi dan penutupan akses informasi, yang dinilai melanggar hukum serta mencoreng transparansi pemerintahan daerah.

“Setiap upaya menghalangi kerja jurnalis adalah tindakan melawan hukum. Pers bekerja untuk kepentingan publik, bukan musuh pejabat,” tegas Nurdiansyah, Koordinator Divisi Advokasi AJI Palu.

Pihak AJI Palu juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan pers dapat dikenai pidana maksimal dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Kasus ini menjadi sorotan tajam di kalangan media Sulawesi Tengah. Banyak pihak menilai, insiden tersebut menjadi cermin rapuhnya komitmen transparansi di tingkat daerah, khususnya dalam pengelolaan isu-isu publik yang sensitif seperti pertambangan rakyat.

Meski dihalangi, semangat jurnalis untuk menyuarakan kebenaran tak akan padam. Karena dalam setiap upaya membungkam, selalu ada pena yang tetap menulis, dan kebenaran yang terus mencari cahaya.

FAYRUZ

Bagika Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *