Dua Operasi Dalam Tiga Hari, Polisi Kirim Pesan Keras untuk Penambang Nakal
PARIGI, EQUATORNEWS —Deru mesin tambang dan raungan ekskavator kembali memecah sunyi kawasan pertambangan emas di Parigi Moutong. Namun kali ini, bukan untuk mengeruk bumi, melainkan menjadi saksi atas kehadiran para penegak hukum yang datang membawa ketegasan.
Dalam rentang waktu yang nyaris berdekatan, jajaran Polres Parigi Moutong melancarkan dua operasi besar menertibkan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI). Sasaran pertama adalah Desa Oncone Raya, Kecamatan Tinombo Selatan, pada Selasa, 15 Juli 2025, dan yang kedua, menyusul tiga hari kemudian, menghantam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, pada Jumat, 18 Juli 2025.
Operasi pertama di Oncone Raya berlangsung garang. Dipimpin langsung oleh Waka Polres Kompol H Romi Gafur SH MH., aparat berseragam lengkap menyisir lokasi tambang liar dan berhasil mengamankan sejumlah alat berat serta mesin tambang seperti alkon dan dompeng, yang digunakan untuk mengeruk emas secara ilegal. Foto-foto yang tersebar di kalangan jurnalis menunjukkan aparat berdiri tegas di tengah lumpur dan semak, berbicara dengan para pelaku tambang yang terkejut.
Namun nada operasi sedikit berubah saat memasuki wilayah Kayuboko. Dalam operasi yang kembali dipimpin oleh Waka Polres Romi Gafur itu, meski menemukan delapan unit ekskavator di lokasi pertambangan, aparat tidak melakukan penyitaan terhadap satu pun alat berat tersebut.
“Lima ekskavator digunakan untuk normalisasi sungai,” kata Kapolres Parigi Moutong, AKBP Hendrawan Agustian Nugraha S.IK MH, dalam keterangan tertulisnya. Ia menyebut bahwa lokasi tersebut dikelola oleh tiga koperasi, yakni Koperasi Sinar Mas Kayuboko, Koperasi Kayuboko Rakyat Sejahtera, dan Koperasi Cahaya Sukses Kayuboko.
Satu dari delapan ekskavator itu bahkan disebut milik dari ketiga koperasi produsen yang saat ini masih menunggu Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan excavator yang dimaksud, hanya diperuntukkan untuk pekerjaan pemulihan sungai. Oleh karena itu, penyitaan tak dilakukan, sebab pelanggaran yang ditemukan dinilai bersifat administratif dan berada dalam kewenangan pemerintah daerah atau dinas teknis yang menerbitkan IPR.
“Jumlah ekskavator melebihi ketentuan dalam IPR, namun itu pelanggaran administratif, bukan pidana,” jelas Kapolres.
Pernyataan tersebut kontras dengan operasi di Oncone Raya, yang disertai penyitaan alat dan sorotan tajam dari publik.
Meski demikian, langkah Polres Parigi Moutong tetap menunjukkan arah jelas: bahwa mata hukum tak akan terus tertutup terhadap aktivitas tambang emas ilegal, baik yang terang-terangan mencuri hasil bumi, maupun yang berselimut koperasi namun menyimpang dari aturan.
Wajah penegakan hukum di Parigi Moutong memang sedang berubah. Dari pegunungan Tinombo hingga lembah Kayuboko, aparat mulai bergerak sistematis. Jika Oncone Raya adalah lonceng peringatan, maka Kayuboko adalah ujian bagi komitmen pemerintah daerah.
Dan kepada para pelaku tambang di wilayah lain, operasi ini mengirim pesan sederhana tapi tegas: jangan main-main dengan hukum. Alam ini bukan milik segelintir orang, apalagi untuk dirusak tanpa izin.
FAYRUZ