RDP Komisi II DPRD Parigi Moutong Soal IPR Buranga. Fathia : Kegiatan Pertambangan Tidak Dapat Dilanjutkan, Karena Inprosedural

Fayruz
RDP Komisi II DPRD Kabupaten Parigi Moutong dengan Sejumlah OPD Terkait IPR di Desa Buranga. (Foto : Ist)

PARIGI, EQUATORNEWS – Terkuak jika adanya dugaan inprosedural pada penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, dan ternyata penerbitan IPR tersebut , menggunakan dasar Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pada Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Parigi Moutong , yang membahas (IPR) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD, Ahmad Arifin Dg Mabela , menghadirikan Dinas PMPTSP, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DisKopUKM) dan Bagian Hukum dan Perundang-undangan (Kumdang) Setda Parigi Moutong, berlangsung sengit.

“Sebelumnya RDP ini, juga telah dilaksanakan di Komisi III DPRD . Namun, kami kembali mengundang karena beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, dan dikonfirmasi,” ungkap Wakil Ketua Komisi II DPRD Parigi Moutong, Mohammad Fadli, mengawali RDP di Parigi, Senin, 10 Februari 2025.

Politisi PKS itu mengatakan, Komisi II DPRD Parigi Moutong, tidak bermaksud menghalang-halangi proses yang berjalan saat ini, karena telah memiliki dasar hukum.
Tetapi, DPRD Parigi Moutong kata Fadli, merupakan representasi masyarakat, maka pihaknya ingin mengetahui berbagai problematika IPR. Di samping itu kata dia , penerbitan IPR harus taat hukum, dan ketentuan yang berlaku di Kabupaten Parigi Moutong.

“Selain itu, azas manfaat untuk masyarakat kita, perlu dipertegas dan diperjelas bersama, termasuk segala risiko atas penyelenggaraan tersebut, karena bagaimana pun proses pertambangan akan memiliki dampak lingkungan yang harus diantisipasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, kata Fadli, RDP itu meminta penjelasan terkait kesesuaian tata ruang pada 2021, yang diklaim telah memenuhi segala ketentuan. Ironisnya ujar Fadli , pihaknya tidak melihat peran Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong dalam terbitnya tiga IPR di Desa Buranga. Menurutnya, berdasarkan hasil RDP Komisi III DPRD Parigi Moutong, tidak terdapat selembar pun surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Tata Ruang (PKKPR), yang diterbitkan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP).

Fadli menguraikan, dalam pasal 31 ayat 1 Perda RTRW Kabupaten Parigi Moutong tahun 2020-2040, tidak memuat Kecamatan Ampibabo sebagai wilayah usaha pertambangan.
Kemudian, dalam pasal 31 ayat 3 yang mengatur cakupan wilayah pertambangan dalam RTRW Kabupaten Parigi Moutong seluas 13.992 hektare, juga tidak memuat nama Kecamatan Ampibabo. Sementara, telah diterbitkan tiga IPR di Desa Buranga yang notabene berada di wilayah Kecamatan Ampibabo.

“Jika kita mengacu pada posisi di mana Pemda sebagai penegak Perda, dan DPRD pengawas pelaksanaannya, maka bagaimana tanggapan dari DisKopUKM, dan Bagian Kumdang terkait terbitnya IPR ini?,” tanya Fadli ke forum RDP.

Ia berpendapat, pelanggaran terhadap Perda dan dibiarkan berlarut-larut akan berdampak dikemudian hari.
Bahkan, lolosnya tiga IPR di Desa Buranga akan memberikan peluang bagi koperasi lain, yang kemungkinan memiliki papa angkat dari luar daerah, untuk melakukan aktivitas pertambangan di Kabupaten Parigi Moutong.

“Karena mendirikan koperasi tidak sedikit modal yang disiapkan. Kalau tidak salah sekitar Rp5 miliar. Manakala tidak diatur dengan baik, yakin dan percaya pemodal akan mengambil label koperasi IPR, hasil alam kita akan dibawa keluar,” beber Fadli.

Selain tidak tercantum dalam kawasan pertambangan, Anggota Komisi II DPRD Parigi Moutong, Leli Pariani menegaskan, Kecamatan Ampibabo masuk dengan Perda Nomor 4 tahun 2023 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

“Saya tidak mau berpanjang lebar, kalau tidak bisa apa boleh buat. Jika Perda dilanggar, maka tidak bisa. Kita bicara aturan. Sudah jelas-jelas Kecamatan Ampibabo tidak ada dalam Perda RTRW sebagai kawasan pertambangan,” tegasnya.

Kepala DisKopUKM Parigi Moutong, Sofiana menjelaskan, pihaknya tidak berperan dalam terbitnya tiga IPR di Desa Buranga, karena bukan kewenangannya.
Berkaitan dengan tugas dan fungsinya, ia menjelaskan, DisKopUKM Parigi Moutong, hanya membantu pendirikan koperasi sesuai dengan permintaan masyarakat Desa Buranga.
Saat pertemuan di Dinas ESDM Sulawesi Tengah di Kota Palu, DisKopUKM Parigi Moutong, telah menanyakan alasan diterbitkannya IPR yang dikantongi tiga koperasi di Desa Buranga.

“Kami juga kaget, mendapatkan informasi terkait berjalannya proses pengurusan IPR tiga koperasi di Buranga. Makanya setelah pulang dari Palu, saya perintahkan kepala bidang untuk verifikasi kembali tiga koperasi tersebut,” tuturnya.

Kemudian jelas Sofiana lagi, DisKopUKM dan beberapa OPD terkait di jajaran Pemda Parigi Moutong kembali diundang untuk menerima dokumen IPR milik tiga koperasi di Desa Buranga pada 8 Januari 2025.

Hal senada, juga disampaikan oleh Kepala Bidang Kelembagaan dan Kelembagaan Koperasi, Zulkarnaen. Menambahkan keterangan Kadisnya, Zulkarnain menjelaskan, pihaknya hanya memastikan legalitas pendirian koperasi.
Sebab, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM nomor: 174.K/MB.01/MEM.B/2024, tentang pedomen izin pertambangan rakyat, pihaknya wajib memastikan pengelolaan kegiatan IPR harus dikelola pengurus koperasi, bukan pihak lain.

“Apabila itu terjadi, kasian teman-teman pengurus koperasi. Karena ketidaktahuannya atau kekurangan informasi tentang pengelolaan pertambangan itu, mereka bisa dipidana,” jelasnya.

Dalam RDP tersebut, Plt Sekretaris Dinas PMPTSP Parimo Nurhayati Yunita yang hadir saat itu, juga diminta untuk memberikan penjelasan terkait terbitnya PKKPR.
Ia menegaskan, kewenanganan penerbitan IPR merupakan kewenangan Dinas PMPTSP Sulteng, bukan Kabupaten Parigi Moutong.
Menurutnya, PKKPR yang menjadi syarat IPR milik tiga koperasi di Desa Buranga, diterbitkan secara otomatis melalui Sistem Online Single Submission (OSS).

Dengan ketentuan itu, kata dia, PKKPR diterbitkan secara otomatis berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko, pasal 181 ayat 1 huruf b.

“Dalam aturan tersebut, dijelaskan lokasi usaha dan/atau kegiatan diperlukan untuk diperluas perluasannya usaha yang sudah berjalan dan diletakan tanahnya berbatasan dengan lokasi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dengan tata ruang yang sama,” jelasnya.

Namun kata dia, perizinan berbasis risiko yang terbit dinyatakan batal sebagai akibat dari PKKPR ini, apabila pemohon memberikan data-data tidak benar dan/atau memberikan keterangan palsu.

Selain itu, pemohon tidak melakukan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam PKKPR. Kemudian, terjadi permasalahan atau sengketa hukum, berkaitan dengan status kepemilikan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

“Kegiatan menimbulkan dampak kerawanan sosial, keamanan, kerusakan lingkungan dan/atau gangguan terhadap fungsi objek vital nasional,” tegasnya.

Kepala Bagian (Kabag) Kumdang Setda Parigi Moutong, Moko Ariyanto, yang diundang, juga memberikan tanggapan hukumnya terhadap polemik terbitnya IPR dalam RDP Komisi II Parigi Moutong.

Ia menyebutkan, keabsahan tiga koperasi di Desa Buranga sudah legal, dan dapat mengelola kegiatan pertambangan rakyat.

Terkait penerbitan IPR, kata Moko Ariyanto, dasar hukum paling tinggi yakni Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Kemudian, peraturan turunanya PP 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.

“ Terkait IPR yang berpolemik saat ini, diatur dalam Keputusan Menteri ESDM nomor: 174.K/MB.01/MEM.B/2024, tentang pedomen izin pertambangan rakyat, tertanggal 25 Juli 2024,” urainya.

Moko Ariyanto membeberkan, terkait dasar terbitnya IPR yang dilakukan pemerintah provinsi ini, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang perubahan RTRW Provinsi Sulteng, karena usulan dari 13 kabupaten/kota telah terakomodir dalam peraturan tersebut.

“Kami menganalisa, dasar pemberian IPR dari provinsi ke koperasi itu, adalah tetap RTRW provinsi. Karena, mereka menganggap terkait ESDM merupakan ranah mereka. Sehingga, seyogyanya Kabupaten Parigi Moutong, telah melakukan perubahan Perda RTRW,” terangnya.

Menanggapi itu, Anggota DPRD Parigi Moutong asal PDIP, Fathia, menegaskan, berdasarkan hasil konsultasi DPRD Parigi Moutong ke Dirjen Minerba Kementerian ESDM, telah dinyatakan terbitnya IPR di Desa Buranga cacat procedural.

Menurutnya, meskipun, kewenangan penerbitan izin pertambangan telah diberikan ke Dinas ESDM provinsi, tetapi IPR Desa Buranga belum masuk dalam Aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI).

“Semestinya Perda RTRW kita harus diubah dulu, baru IPR diterbitkan. Apapun alasannya, kegiatan pertambangan tidak dapat dilanjutkan, karena cacat prosedural,” tegasnya.

Olehnya, ia meminta, Pemda bersama DPRD Parigi Moutong, melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, untuk duduk bersama. Sebab, polemik IPR ini kata dia, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan harua diselesaikan.

FAYRUZ

Bagika Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *