PARIGI, EQUATORNEWS – Di tengah desakan kebutuhan dan geliat ekonomi yang kian menekan kawasan hijau, secercah harapan tumbuh dari tangan-tangan para petani hutan. Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dolago–Tanggunung, Mukmin Muharam, menyebut, pihaknya terus memperkuat program Perhutanan Sosial yang menjadi benteng pelestarian di tengah ancaman alih fungsi hutan.
“Wilayah kerja kami meliputi Parigi Moutong dari Sausu sampai Kasimbar, sebagian Kabupaten Sigi, dan Donggala. Di Parigi Moutong ada 11 Kelompok Tani Hutan (KTH), di Sigi 3, dan di Donggala 13 kelompok,” ujar Mukmin saat ditemui di kantornya, belum lama ini.
Mukmin menuturkan, di wilayah Sausu hingga Malelai, terdapat beberapa kelompok aktif seperti KTH Rajawali, KTH Bukit Hanoman di Ganda Sari, dan KTH Pangale Makmur di Torono yang mengelola sekitar 12 ribu hektare hutan.
Sementara di Desa Baraban, Kecamatan Balinggi, terdapat KTH Wana Kerti dengan luas kelola 57 hektare. “KTH Bukit Hanoman menanam kopi di kawasan HPT (Hutan Produksi Terbatas) seluas 40 hektare,” jelasnya.
Di Jonokalora, Kecamatan Parigi Barat, aktivitas serupa juga berjalan di kawasan HPT seluas 39 hektare, sementara di Desa Air Panas mengelola 85 hektare dan di Siniu, tepatnya sekitar Uwevolo Likunggavali, sekitar 78 hektare.
“Kalau di Torue, kelompok Tuladanggi mengelola sekitar 112 hektare,” tambahnya.
Mukmin menjelaskan, seluruh KTH diberikan izin mengelola kawasan hutan dengan tanggung jawab menjaga kelestariannya. Mereka didorong menanam pohon produktif seperti durian dan alpukat, agar kawasan tetap hijau sekaligus memberi nilai ekonomi bagi warga.
“Harapannya, kelompok ini membantu menjaga dan melestarikan hutan. Prinsipnya, hutan tetap lestari tapi juga bisa berproduksi. Terpenting, tercipta kembali ekologi yang baik,” tuturnya.
Salah satu kisah keberhasilan datang dari KTH Bukit Hanoman, yang kini berhasil memasarkan kopi olahan hasil tanam mereka hingga ke berbagai pameran.
“Kelompok ini kami bantu dari bibit hingga alat pengolahan. Sekarang produk kopinya sudah masuk pasar,” terang Mukmin.
Menurutnya, ukuran keberhasilan sebuah KTH bukan sekadar luas lahan yang digarap, tetapi pada kemampuan menumbuhkan kembali ekologi yang sehat, sambil memastikan anggota kelompok memperoleh nilai ekonomi nyata dari hasil hutan yang lestari.
Dan di balik rimbun hijau itu, terselip harapan: agar keseimbangan antara alam yang lestari dan perut yang terisi bisa tetap terjaga, sebelum hutan-hutan terakhir itu perlahan hilang dari peta Parigi Moutong.
FAYRUZ










