Sosok  

Keteguhan di Tengah Badai Efisiensi: Erwin Burase, Bupati yang Memanusiakan Kebijakan

Fayruz
Fadli Arifin Azis SH.( Foto : Ist )

Oleh: Fadli Arifin Azis, SH
Ketua Markas Cabang (Macab) Laskar Merah Putih Kabupaten Parigi Moutong

Dalam lanskap pemerintahan daerah yang tengah dihantam gelombang efisiensi anggaran, muncul satu sosok pemimpin yang memilih berdiri tegak di tengah arus—Erwin Burase. Di saat banyak kepala daerah memilih langkah aman dengan dalih keterbatasan fiskal, Bupati Parigi Moutong ini justru menapaki jalan yang lebih berani: memperjuangkan hak-hak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kemanusiaan.

Kebijakan efisiensi dari Pemerintah Pusat telah mengguncang keseimbangan fiskal di berbagai daerah. Banyak pemerintah daerah terpaksa menunda pembayaran gaji PPPK, memunculkan keresahan dan ketidakpastian di kalangan aparatur. Namun, Parigi Moutong memilih jalannya sendiri.

Erwin Burase melihat lebih dari sekadar neraca dan angka. Baginya, di balik setiap nama PPPK terdapat keluarga, harapan, dan kehidupan yang bergantung pada kepastian penghasilan. Menunda hak mereka sama artinya dengan menunda nafkah bagi ratusan rumah tangga. Dalam perspektif ini, Erwin tidak hanya menjadi Bupati—ia menjadi simbol kepemimpinan yang memahami makna kemanusiaan di balik kebijakan publik.

Langkah Erwin adalah cerminan kepemimpinan humanis, yang tidak sekadar mematuhi angka di atas kertas, tetapi menegakkan nilai di atas nurani. Keputusan untuk tetap membayarkan gaji PPPK tepat waktu bukan hanya tindakan empati, melainkan strategi ekonomi cerdas yang menjaga stabilitas daya beli masyarakat dan perputaran ekonomi lokal.

Dalam ekonomi daerah yang bergantung pada konsumsi rumah tangga, setiap rupiah gaji yang cair adalah denyut nadi roda ekonomi Parigi Moutong. Dari pasar rakyat hingga warung kopi di pinggir jalan, kebijakan Erwin menjadi stimulus mikro yang menghidupkan geliat ekonomi rakyat kecil.

Lebih dari itu, langkah ini juga menunjukkan penerapan prinsip Good Governance yang sesungguhnya—menyeimbangkan efisiensi dengan keadilan, dan menempatkan manusia di pusat kebijakan publik. Erwin membuktikan bahwa efisiensi bukan berarti memangkas, melainkan menata prioritas dengan hati dan akal sehat.

Keputusan ini tentu tidak lahir tanpa risiko politik. Namun, dalam setiap masa sulit, justru terlihat siapa yang benar-benar memimpin dengan keberanian. Dan hari ini, Parigi Moutong memiliki seorang pemimpin yang berani berdiri di garis depan, menolak menyerahkan kemanusiaan di altar efisiensi.

Langkah Erwin Burase menyiratkan satu pesan mendalam bagi bangsa ini:
Bahwa pembangunan tidak hanya tentang infrastruktur dan laporan keuangan, tetapi tentang keberanian untuk memihak pada manusia.

Ketika banyak memilih diam, ia memilih bertindak. Ketika banyak berhitung, ia memilih berempati. Dan ketika banyak menunda, ia melangkah dengan keyakinan bahwa kebijakan yang berpihak pada rakyat tidak pernah salah arah.

Dalam sejarah pemerintahan daerah, mungkin tidak banyak nama yang tercatat karena efisiensi, tapi akan selalu dikenang mereka yang memanusiakan kebijakan.
Dan hari ini, nama itu adalah: Erwin Burase.

Bagika Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *